Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum | ASKEP
Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum
LANDASAN
TEORI MEDIK
A. PENGERTIAN
Hiperbilirubinemia
/ Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir
yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga
kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah,
1997).
B. EPIDEMIOLOGI
Pada
sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi
cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita
dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
C. KLASIFIKASI Ikterus
neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis ( Ngastiyah,1997).
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus
pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, ):
· Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada
hari ke-5 dan ke-6.
· Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak
melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang
bulan.
· Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5
mg % per hari
· Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
· Ikterus hilang pada 10 hari pertama
· Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah
suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik
ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :
- Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan.
Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih
dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
- Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi
kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
- Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
- Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24
jam.
- Ikterus yang disertai proses hemolisis
(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).
Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia
yaitu Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg%
dan 15 mg%.
D. ETIOLOGI
1. Penyebab Ikterus fisiologis
· Kurang protein Y dan Z
· Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup
jumlahnya.
· Pemberian ASI yang mengandung pregnanediol atau
asam lemak bebas yang akan menghambat kerja G-6-PD
2. Penyebab ikterus patologis
a. Peningkatan produksi :
· Hemolisis, misalnya pada Inkompatibilitas yang terjadi
bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
· Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
· Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti
gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
· Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
· Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya
pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
· Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga
kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
· Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium benzoat,
gentamisisn,dll.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Sifilis, rubella, meningitis,dll.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra
Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada
Ileus Obstruktif, hirschsprung.
E. PATOFISIOLOGI IKTERUS
Untuk
lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu akan
diuraikan tentang metabolisme bilirubin
1. Metabolisme Bilirubin
Segera
setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin
tidak mencapai tingkat patologis.
2. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan
kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan
pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada
derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah
tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar
darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia,
dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
F. TANDA DAN GEJALA
Menurut
Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase
pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch
cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan
menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi
dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak
akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum,
Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar
Ventrikulus IV. Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :
- Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata
berputar-putar
- Letargi, lemas tidak mau menghisap.
- Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
epistotonus
- Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi
spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
- Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi
mental.
H. DIAGNOSIS
Anamnesis
ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat
inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi
sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan
dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu
antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu
selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Secara
klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit
tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan
gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini
sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa
mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia
yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup
penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan
darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan
memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat
hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika
hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin
terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.
a. Ikterus fisiologis.
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin
indirek dalam serum tali pusat adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan
kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat
pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4, dengan kadar
5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 – 6 mg/dl untuk
selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5
– 7 kehidupan.
b. Hiperbilirubin patologis.
Makna hiperbilirubinemia terletak pada
insiden kernikterus yang tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang
lebih dari 18 – 20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir
rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yanglebihrendah(10–15mg/dl).
I. DIAGNOSIS BANDING
Ikterus
yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat eritroblastosis foetalis,
sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah
hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia
sebagai penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama
kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu,
hepatitis serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang
disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus
yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang
dinamakan “inspissated bile syndrome”. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan
nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung
berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit
hipotiroidisme atau stenosis pylorus.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu timbulnya ikterus, yaitu :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam
pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
· Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
· Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan
kadang-kadang Bakteri)
· Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
· Kadar Bilirubin Serum berkala.
· Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk
menunjukkan sel darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit
Rh atau sferosis pada inkompatibilitas ABO.
· Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi
inkompeten ABO.
· Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir
Hasil positif test Coomb indirek
membuktikan antibody Rh + anti A dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari
test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari
neonatus )
· Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah
atau biopsi Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
· Biasanya Ikterus fisiologis.
· Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau
Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
· Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga
masih mungkin.
· Polisetimia.
· Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan
subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan
peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
· Pemeriksaan darah tepi.
· Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
· Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
· Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai
akhir minggu pertama.
· Sepsis.
· Dehidrasi dan Asidosis.
· Defisiensi Enzim G6PD.
· Pengaruh obat-obat.
· Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan
selanjutnya:
· Karena ikterus obstruktif.
· Hipotiroidisme
· Breast milk Jaundice.
· Infeksi.
· Hepatitis Neonatal.
· Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan:
· Pemeriksaan Bilirubin berkala.
· Pemeriksaan darah tepi.
· Skrining Enzim G6PD.
· Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.Pengobatan mempunyai
tujuan :
- Menghilangkan Anemia
- Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
- Meningkatkan Badan Serum Albumin
- Menurunkan Serum Bilirubin
Metode
therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,
Infus Albumin dan Therapi Obat, Menyusui Bayi dengan ASI, Terapi Sinar
Matahari
1. Fototherapi ( terapi sinar )
Fototerapi
diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Beberapa
ilmuwan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Cara
kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawaan
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut
dalam air sehingga dapt dikeluarkan melalui urin dan faeces. Di samping itu
pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam
cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu
ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin keluar bersama
faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan menurun.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :
a. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
b. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum
digunakan cek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar
,penggunaan yang ke berapa pada bayi itu untuk mengetahui kapan mencapai 500
jam penggunaan.
c. Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya
fototerapi.
d. Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan
diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata
Komplikasi fototerapi :
a. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada
BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3kali lebih besar.
b. Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.
c. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang
terkena sinar ( berupa kulit kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi
selesai.
d. Gangguan retina bila mata tidak ditutup.
e. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi
sebagian lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua
dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan ekstra minum.
f. Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan
kemandulan.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat
diindikasikan adanya faktor-faktor :
- Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
- Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
- Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan
atau 24 jam pertama.
- Tes Coombs Positif
- Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada
minggu pertama.
- Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48
jam pertama.
- Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
- Bayi dengan Hidrops saat lahir.
- Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
- Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
- Menghilangkan sel darah merah untuk yang
Tersensitisasi (kepekaan)
- Menghilangkan Serum Bilirubin
- Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan
transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood.
Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap
4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
3. Therapi Obat
Phenobarbital
dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi).
Colistrisin
dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.
4. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin
juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi
harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik
bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetapi,
pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus,
ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam
ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya. Sayang,
apakah komponen tersebut belum diketahui hingga saat ini.
Yang
pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir
dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak boleh
menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi.
5. Terapi Sinar Matahari
Terapi
dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan
setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama
setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan
telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00
sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar
bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan
di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak
kulit.
Hindari
posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak
matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.
LANDASAN
TEORI ASKEP
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah
mengalami hal yang sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau
jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat
kontak denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah
riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat
gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran
pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
b. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan
anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan
ASI.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan
orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan
anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan,
perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama,
tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .
e. Pola Kebutuhan sehari-hari.
Data dasar klien:
- Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
- Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan
anemia.
- Eliminasi : Bising usus hipoaktif, Pasase
mekonium mungkin lambat, Feses lunak/coklat
kehijauan selama pengeluaran bilirubin,Urine gelap pekat, hitam
kecoklatan ( sindrom bayi bronze )
- Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral
buruk, ebih mungkin disusui dari pada menyusu
botol, Palpasi abdomen dapat menunjukkan
perbesaran limfa, hepar.
- Neurosensori : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis
dengan inkompatibilitas
Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
- Pernafasan : Riwayat afiksia
- Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis
neonatus , Tampak ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh, kulit hitam kecoklatan sebagai efek
fototerapi.
- Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal:
keturunan etnik, riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar,
distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal: salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor penunjang intrapartum, misal: persalinan pratern.
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar,
distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal: salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor penunjang intrapartum, misal: persalinan pratern.
f. Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit
hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku
putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an
permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung
empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine
pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka
rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
g. Pemeriksaan Diagnostik
· Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi
inkompatibilitas ABO.
· Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi
1,0 – 1,5 mg/dL kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5
mg/dL dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi
cukup bulan atau 15 mg/dL pada bayi pratern.
· Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL)
karena hemolisis.
· Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi
yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
2. Pengelompokan Data
a. Data Subjektif
· Riwayat afiksia
· Riwayat trauma lahir
b. Data Objektif
· Tampak ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut
pada bagian
distal tubuh.
distal tubuh.
· Kulit hitam kecoklatan sebagai efek
fototerapi
· Hepatosplenomegali.
· Tahap krisis: epistetanus, aktivitas kejang
· Urine gelap pekat
· Bilirubin total:
- Kadar direk > 1,0 – 1,5 mg/dL
- Kadar indirek > 5 mg/dL dalam 24
jam, atau < 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada bayi
pratern.
· Protein serum total: < 3,0 g/dL
· Golongan darah bayi dan ibu inkompatibilitas ABI,
Rh.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
:
1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan
ekskresi bilirubin, efek fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua )
berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang
diberikan pada bayi.
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek
fototherapi
7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan
elektrolit, infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
8. PK : Kern Ikterus
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya
intake cairan serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan
kriteria :
- Jumlah intake dan output seimbang
- Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
- Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
a. Kaji reflek hisap bayi
( Rasional/R : mengetahui kemampuan
hisap bayi )
b. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )
c. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan
konsistensi faeces
( R : mengetahui kecukupan intake )
d. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR )
setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR
meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
e. Timbang BB setiap hari
(R : mengetahui kecukupan cairan dan
nutrisi).
2. Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria
suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan rasionalisasi :
Intervensi dan rasionalisasi :
a. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
(R : suhu terpantau secara rutin )
b. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu,
dan berikan kompres dingin serta ekstra minum
( R : mengurangi pajanan sinar sementara
)
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
( R : Memberi terapi lebih dini atau
mencari penyebab lain dari hipertermi ).
3. Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
ekskresi bilirubin, efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit
dengan kriteria :
· tidak terjadi decubitus
· Kulit bersih dan lembab
Intervensi :
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R : mengetahui adanya perubahan warna
kulit )
b. Ubah posisi setiap 2 jam
(R : mencegah penekanan kulit pada
daerah tertentu dalam waktu lama ).
c. Masase daerah yang menonjol
(R : melancarkan peredaran darah
sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
d. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau
lotion pelembab
( R : mencegah lecet )
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila
kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang
terlalu lama )
4. Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua)
berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku
“Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses
Bounding.
Intervensi :
a. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
( R : mempererat kontak sosial ibu dan
bayi )
b. Buka tutup mata saat disusui
(R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
c. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
(R: mempererat kontak dan stimulasi
sosial ).
d. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
( R: meningkatkan peran orangtua untuk
merawat bayi ).
e. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
(R: mengurangi beban psikis orangtua)
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang
diberikan pada bayi.
Tujuan : Setelah diberikan penjelasan
selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan
bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi :
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
( R : mengetahui tingkat pemahaman
keluarga tentang penyakit )
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses
terapi dan perawatannya
( R : Meningkatkan pemahaman tentang
keadaan penyakit )
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi
dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan
peran orang tua dalam erawat bayi)
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek
fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi ( misal
; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )
Intervensi :
a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber
cahaya
( R : mencegah iritasi yang berlebihan).
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada
mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan
cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
(R : mencegah paparan sinar pada daerah
yang sensitif )
c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam
(R: pemantauan dini terhadap kerusakan
daerah mata )
d. Buka penutup mata setiap akan disusukan.
( R : memberi kesempatan pada bayi untuk
kontak mata dengan ibu ).
e. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan
perawatan
( R : memberi rasa aman pada bayi ).
7. Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan
tranfusi tukar
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa
komplikasi
Intervensi :
a. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang
digunakan
(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler
)
b. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum
melakukan tindakan
( R : mencegah trauma pada vena
umbilical ).
c. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan
(R: mencegah aspirasi )
d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah
prosedur
( R : mencegah hipotermi
e. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang
akan ditranfusikan adalah darah segar
( R : mencegah tertukarnya darah dan
reaksi tranfusi yang berlebihan 0
f. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan
cairan dan elektrolit, kejang
selama dan sesudah tranfusi
selama dan sesudah tranfusi
(R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap
komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini )
g. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
(R : dapat melakukan tindakan segera
bila terjadi kegawatan )
8. PK Kern Ikterus
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda awal kern ikterus bisa
dipantau
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata
berputar, letargi , epistotonus, dll )
b. Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern
ikterus.
D. APLIKASI DISCHARGE PLANING
Pertumbuhan
dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti
rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua
dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama
perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.
Faktor
yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam
perawatan bayi hiperbilirubinemia (Waley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi
mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis,
nafsu menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama
beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi
pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan
pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
· Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
· Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah
perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak.
· Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk
mempertahankan kelembaban kulit.
· Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di
kulit.
· Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh
karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan
· Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan
kulit seperti penekanan yang lama, garukan .
· Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti:
popok yang basah karena bab dan bak.
· Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi
bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
:
1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 – 38 °C)
2. Perawatan tali pusat / umbilicus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak
nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Imunisasi
10. Tanda-tanda
dan gejala penyakit, misalnya :
· letargi ( bayi sulit dibangunkan )
· demam ( suhu > 37 ° C )
· muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2
x)
· diare ( lebih dari 3 x)
· tidak ada nafsu makan.
11. Keamanan
· Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda
tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
· Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
· Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan
menggunakan mobil atau sarana lainnya.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah sedia mengisi dengan santun