Makalah depresi postpartum
DEPRESI POST PARTUM
1. Pengertian Kecenderungan depresi postpartum
Menurut Sudarsono (1997), kecenderungan adalah hasrat, keinginan yang selalu
timnbul
berulang-ulang. Sedangkan Anshari (1996), berpendapat bahwa kecenderungan
merupskan susunan atau disposisi untuk berkelakuan dalam cara yang benar.
Haplin (1995), mengartikan kecenderungan sebagai satu set
atau satu susunan sikap
untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Soekanto (1993), menyatakan
kecenderungan
merupakan suatu dorongan yang muncul dari dalam individu secara inharen menuju
suatu
arah tertentu untuk menunjukkan suka atau tidak suka kepada suatu objek.
Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari
berbagai permasalahan, baik
yang tergolong sederhana sampai yang kompleks. Semua itu membutuhkan kesiapan
mental untuk menghadapinya. Pada kenyataannya terdapat gangguan mental yang
sangat
mengganggu dalam hidup manusia, yang salah satunya adalah depresi. Gangguan
mental
emosional ini bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja, dari kelompok mana
saja, dan pada
segala rentang usia. Bagi penderita depresi ini selalu dibayangi ketakutan,
kengerian,
ketidakbahagiaan serta kebencian pada mereka sendiri. Hadi (2004), menyatakan
secara
sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang
menyakitkan,
suatu perasaan tidak ada harapan lagi.
Kartono (2002), menyatakan bahwa depresi adalah keadaan patah hati atau putus
asa
yang disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu,
pengurangan
aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir, Lebih lanjut
Kartono
menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai kecemasan , kegelisahan dan
keresahan,
perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat diri atau kecenderungan bunuh
diri.
Trisna (Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu
atau
sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh.
Mulai dari
perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu yakin tidak
melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa respon apa pun yang
dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil yang muncul.
Individu yang mengalami depresi sering merasa dirinya tidak berharga dan merasa
bersalah. Mereka tidak mampu memusatkan pikirannya dan tidak dapat membuat
keputusan. Individu yang mengalami depresi selalu menyalahkan diri sendiri,
merasakan
kesedihan yang mendalam dan rasa putus asa tanpa sebab. Mereka mempersepsikan
diri
sendiri dan seluruh alam dunia dalam suasana yang gelap dan suram. Pandangan
suram
ini menciptakan perasaan tanpa harapan dan ketidakberdayaan yang berkelanjutan
(Albin,
1991).
Depresi menurut Kaplan dan Sadock (1998), merupakan suatu masa terganggunya
fungsi
manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh
diri.
Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan adalah masa–
masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional.
Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang
dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian
hari.
Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau
berupa serangan yang sangat
berat selama berbulan–bulan atau bertahun – tahun lamanya.
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah
melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum
adalah
depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional.
angguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang
paling
sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV,
gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala
adalah
dalam 4 minggu pascapersalinan.
da 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues,
postpartum
depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Paltiel (Koblinsky dkk, 1997),
bahwa ada
3 golongan gangguan psikis pascasalin yaitu postpartum blues atau sering
disebut juga
sebagai maternity blues yaitu kesedihan pasca persalinan yang bersifat
sementara.
Postpartum depression yaitu depresi pasca persalinan yang berlangsung sampai
berminggu – minggu atau bulan dan kadang ada diantara mereka yang tidak
menyadari
bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit. Postpartum psychosis, dalam
kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap
sampai
setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca
melahirkan.
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt
(Regina dkk,
2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari
dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido
(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih menurut Pitt
(Regina
dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem
yang
paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung
sangat
cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity
blues.
Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau
melankolia.
Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai
tingkat
keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan
terjadinya
akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi
adalah
pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tamapak tidak terpecahkan.
Persoalan
juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih positif, tetapi sikap itu
akan membuat
depresi lebih dapat dikendalikan.
Masih menurut Duffet-Smith, faktor kunci dalam depresi pasca persalinan adalah
kecapaian yang menjadi kelelahan total. Kepercayaan diri ibu dapat luntur jika
ibu
merasa tidak mampu menanganinya dan menjadi frustasi karena kelemahan fisiknya.
Inwood (Regina dkk, 2001) menghubungkan fenomena depresi postpartum dengan
gangguan perasaan mayor seperti kesedihan, perasaan tidak mampu, kelelahan,
insomnia
dan anhedonia. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sloane dan Bennedict
(1997),
depresi postpartum merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan, mungkin seorang
ibu
baru akan merasa benar – benar tidak berdaya dan merasa serba kurang mampu,
tertindih
oleh beban tanggung jawab terhadap bayi dan keluarganya, tidak bisa melakukan
apapun
untuk menghilangkan perasaan itu.
Depresi pascalahir dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih dan berkembang
menjadi
depresi lain yang lebih berat atau lebih ringan. Gejalanya sama saja tetapi
disamping itu
ibu mungkin terlalu memikirkan kesehatan bayinya dan
kemampuannya sebagai seorang
ibu (Wilkinson, 1995).
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis
sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang
dapat
berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa
depresi
postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan
berlangsung terus 1 – 2 minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis
pada
masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan.
Wanita
yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan
emosional
merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
erdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah
gangguan
emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa
setelah
melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu
tahun.
2. Faktor – faktor penyebab depresi postpartum
Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak berbeda
secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar
kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya
gangguan emosional.
Nadesul (1992), penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah
adanya
ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan dan
persalinan. Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap
sebagai
penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin
mengalami
penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang
tinggi
terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang
memiliki
sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan
variabel
sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal
berhubungan dengan munculnya gejala depresi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (1994),
karakteristik
wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang
mempunyai
sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang
harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang
terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang
berkonsultasi
dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan
informasi,
wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.
Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum
sebagai
berikut :
a. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas
adalah
riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta
apakah ada
komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak
pada
wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah
melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan
diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi
bingung
sementara bayinya harus tetap dirawat.
b. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya
gangguan
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah sedia mengisi dengan santun