Standar Pelayanan Obat
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah
bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical
Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi
tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui
tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus
memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error) dalam proses pelayanan.
Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan
praktek harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang
rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan
kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja
sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan
kefarmasian di apotek. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi apoteker di
apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.
Tujuan
Tujuan
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun:
1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi.
2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional
3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian
1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi.
2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional
3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian
Pengertian
1. Apotek
adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
2. Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah
mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
3. Sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
4. Perbekalan
kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
5. Alat
kesehatan adalah bahan, instrumen aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah,mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau
untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
6. Resep
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
7. Perlengkapan
apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan
pelayanan kefarmasian di apotek.
8. Pharmaceutical
care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
9. Medication
record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
10. Medication
error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam
penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
11. Konseling
adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan
pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat
dan pengobatan.
12. Pelayanan
residensial (Home Care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam
pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien
dengan pengobatan terapi kronis lainnya.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Sarana dan Prasarana
1. Apotek
berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman
terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
apotek. Apotek harus dapat dengan mudah
diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada
tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal
ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi
resiko kesalahan penyerahan.
2. Masyarakat
harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh
informasi dan konseling.
3. Lingkungan
apotek harus dijaga kebersihannya.
4. Apotek
harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki:
1. Ruang tunggu
yang nyaman bagi pasien.
2. Tempat
untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi
informasi.
3. Ruangan
tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi
serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4. Ruang
racikan.
5. Tempat
pencucian alat.
6. Perabotan
apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan
barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban
dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan
temperatur yang telah ditetapkan.
3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
lainnya.
Pengelolaan persediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan
yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.
Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first
expire first out)
1. Perencanaan.Dalam
membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
1. Pola
penyakit
2. Kemampuan
masyarakat.
3. Budaya masyarakat.
2. Pengadaan.Untuk
menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan pediaan farmasi harus
melalui jalur resmi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Penyimpanan.
1. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada
wadah
2. Obat/bahan
obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
3. Wadah
baru, wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa.
4. Semua
bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin
kestabilan bahan.
4. Administrasi.Dalam
menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan
administrasi yang meliputi:
1. Administrasi
Umum: pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Administrasi
Pelayanan: pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien,
pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
PELAYANAN
1. Pelayanan
Resep
1. Skrining
ResepApoteker melakukan skrining resep meliputi :
1. Persyaratan
Administratif :
§ Nama, SIP
dan alamat dokter
§ Tanggal
penulisan resep
§ Tanda
tangan/paraf dokter penulis resep
§ Nama,
alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
§ Cara
pemakaian yang jelas
§ Informasi
lainnya
2. Kesesuaian
farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara
dan lama pemberian
3. Pertimbangan
klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlumenggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2. Penyiapan
obat.
3.
1. Peracikan.Merupakan
kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang
benar.
2. Etiket.Etiket
harus jelas dan dapat dibaca.
3. Kemasan
Obat yang DiserahkanObat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
4. Penyerahan
Obat.Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
5. Informasi
Obat.Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.
6. Konseling.Apoteker
harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang
salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,
asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan.
7. Monitoring
Penggunaan Obat.Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
8. Promosi
dan Edukasi.Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan
edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster,
penyuluhan, dan lain lainnya.
2. Pelayanan
Residensial (Home Care).Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk
aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan
(medication record).
EVALUASI MUTU PELAYANAN
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu
pelayanan adalah:
1. Tingkat
kepuasan konsumenDilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
2. Dimensi
waktuLama pelayanan diukur dengan waktu ( yang telah ditetapkan).
3. Prosedur
Tetap ( Protap )Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk:
1. Memastikan
bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat;
2. Adanya
pembagian tugas dan wewenang;
3. Memberikan
pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek;
4. Dapat
digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru;
5. Membantu
proses audit.
Prosedur tetap disusun dengan format sebagai
berikut:
1. TujuanMerupakan
tujuan protap.
2. Ruang
lingkupBerisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi
yang diharapkan.
3. HasilHal
yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang
dapat diukur.
4. PersyaratanHal
hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan.
5. ProsesBerisi
langkah-langkah pokok yang perlu dilkuti untuk penerapan standar.Sifat protap
adalah spesifik mengenai kefarmasian.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah sedia mengisi dengan santun