Penatalaksanaan ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)
A.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut meliputi langkah-langkah
pencegahan dan pengobatan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna
menurunkan angka kejadian ISPA antara lain:1
1. Menjaga
keadaan gizi agar tetap baik sehingga tubuh memiliki daya tahan yang optimal
untuk melawan segala macam agen infeksi yang dapat menyebabkan seseorang jatuh
sakit.
2. Imunisasi.
Vaksinasi juga dapat dilakukan dalam upaya pencegahan infeksi beberapa jenis
virus seperti influenza dan pneumonia. Namun, saat ini masih kontroversial
mengenai efektivitas pemberian vaksinasi pada usia lanjut yang berhubungan
dengan penurunan fungsi limfosit B pada kelompok geriatri.
3. Menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan akan mengurangi risiko terjadinya
penyebaran agen infeksi dari luar
4. Menghindari
berhubungan dengan penderita ISPA untuk mencegah penularan infeksi dari invidu
satu ke individu lainnya
Jika datang pasien dengan gejala ISPA seperti demam,
nyeri badan, batuk, nyeri tenggorokan dan pilek maka perlu dipertimbangkan
penyebab infeksinya. Apakah infeksi tersebut disebabkan oleh virus atau
bakteri. Perlu ditanyakan bagaimana riwayat penyakitnya meliputi onset,
penggunaan obat yang telah dilakukan sendiri oleh pasien, faktor risiko dan
faktor komorbidnya. Dan jika terdapat indikasi ISPA maka perlu dilakukan
pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi tanda klinis yang relevan.2
Pasien dengan infeksi virus maka tidak perlu pemberian
antibiotik. Terapi yang digunakan pada pasien adalah untuk meningkatkan daya
tahan tubuh pasien dan membantu pasien mengurangi gejala yang muncul sementara
tubuh berusaha untuk mengeliminasi virus.3
Berikut ini adalah beberapa contoh gejala serta
tindakan dan obat yang dapat digunakan untuk meringankan gejala yang muncul
pada pasien dengan infeksi virus:3
1. Demam
dan nyeri
Kompres
dingin, tirah baring, kompres hangat pada bagian tubuh yang nyeri/pegal.
Medikamentosa:
analgesik (asetamenofen, ibuprofen).
2. Batuk
dan sakit tenggorokan
Perbanyak
minum air, menjaga kelembaban ruangan, kumur dengan air garam hangat.
Medikamentosa:
ekspektoran, antitusif, kombinasi keduanya.
3. Pilek
Inhalasi
uap hangat, spray pelega hidung, pelembab kulit untuk daerah kemerahan sekitar
hidung.
Medikamentosa:
dekongestan dan antihistamin.
Banyak pasien beranggapan semua penyakit infeksi perlu
diberikan antibiotik. Edukasi dan penyampaian informasi yang baik penting untuk
menjelaskan kepada pasien bahwa tidak semua kasus infeksi memerlukan
antibiotik. Pasien perlu tahu akan bahaya resistensi antibiotik pada penggunaan
yang tidak tepat. Pasien juga perlu diingatkan apabila sakitnya bertambah buruk
untuk segera datang ke unit kesehatan terdekat.3
Berdasarkan Adult
Clinical Practice Guidelines Summary dari CMA Foundation, penatalaksanaan
pada ISPA dapat dikelompokan menjadi:3
1. Sinusitis
Bronkhial Akut
·
Dengan antibiotik
Pasien
dewasa dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas yang tidak membaik dalam
10 hari atau tidak memburuk dalam 5-7 hari.
Antibiotik
diberikan selama 7 hingga 10 hari. Jika setelah pemberian selama 72 jam, reevaluasi
pasien dan berikan antibiotik pilihan lain.
·
Tanpa antibiotik
Hampir
semua kasus sinusitis akut dapat sembuh tanpa pemberian antibiotik.
2. Faringitis
·
Dengan antibiotik
Jika
pada gejala klinis ditemukan demam, eritema dan eksudat tonsilofaringeal, petekie
palatum, nyeri tekan dan pembesaran pada nodus limfatikus servikal anterior dan
tanpa disertai batuk. Diagnosis dipastikan dengan kultur swab tenggorok atau
deteksi antigen sebelum diberikan antibiotik.
·
Tanpa antibiotik
Hampir
seluruh kasus faringitis disebabkan oleh infeksi virus. Adanya gejala seperti
di atas tidak biasa ditemukan pada Strep grup A. dan antibiotik tidak
diperlukan pada pasien dengan konjungtivitis, batuk, rinorea, diare dan tanpa
demam.
3. Batuk
Tidak Khas/Bronkhitis Akut
·
Dengan antibiotik
Antibiotik
hanya diberikan pada pasien dengan eksaserbasi bakterial akut pada bronchitis
kronis dan PPOK. Pada pasien dengan kondisi yang lebih berat dapat
dipertimbangkan pneumonia. Pemeriksaan sputum tidak banyak membantu untuk
menentukan kebutuhan antibiotik.
·
Tanpa antibiotik
90%
kasus ini merupakan kasus nonbakterial.
4. Infeksi
Saluran Pernapasan Atas Nonspesifik
·
Tanpa antibiotik
Tidak
ada indikasi untuk pemberian antibiotik. Pasien biasanya mengharapkan terapi
obat sehingga diperlukan edukasi yang baik tentang penggunaan antibiotik dan
terapi nonmedikamentosa.
5. Pasien
rawat jalan dengan Pneumonia Community
Acquired
·
Dengan antibiotik
Kultur
gram sputum disarankan jika pasien merupakan pengkonsumsi alkohol, mengalami
obstruksi paru berat atau efusi pleura.
·
Tanpa antibiotik
Pertimbangkan
untuk memondokkan pasien jika skor PSI > 90, CURB-65 ≥ 2, tidak dapat
mentoleransi pemberian oral, kondisi sosial yang tidak stabil atau jika
penilaian klnis tidak terdapat indikasi.
Namun, penatalaksanaan infeksi pada geriatri tidak hanya terfokus pada
penggunaan antibiotika saja. Pada pasien usia lanjut, telah terjadi perubahan
fungsi organ akibat proses penuaan serta faktor-faktor komorbid. Sehingga
terjadi perubahan pada proses distribusi obat, metabolisme obat, interaksi dan
eksresi obat. Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan ekskresi obat melalui
ginjal menurun sehingga diperlukan penurunan dosis obat-obat yang diekskresi
oleh ginjal. Perubahan motilitas gaster, penurunan permukaan untuk mengabsorpsi
obat dan peningkatan jumlah jaringan adipose akan mempengaruhi efektivitas obat
pada pasien geriatri.1
Selain itu, juga perlu diperhatikan terapi pada penyakit komorbidnya dan
perbaikan keadaan umum yang meliputi nutrisi, hidrasi, oksigenasi, elektrolit
dan lain sebagainya. Penyakit komorbid yang berat serta keadaan umum yang jelek
sering menimbulkan sepsis.
Menurut Leipzig, prinsip pemberian obat yang benar pada usia lanjut
antara lain sebagai berikut:4
1. Mengumpulkan
informasi mengenai riwayat pengobatan lengkap, meliputi semua obat termasuk
obat tanpa resep dan vitamin serta riwayat alergi, efek yang tidak diinginkan,
merokok, alkohol, waktu pemberian dan siapa pemberi obatnya.
2. Menghindari
pemberian obat sebelum diagnosis ditegakkan jika keluhan ringan atau tidak
khas, atau jika manfaat pengobatan diragukan.
3. Menyesuaikan
obat sesuai kebutuhan. Penggunaan obat tidak boleh terlalu lama.
4. Mengenali
farmakokinesis dan farmakodinamis dari obat yang digunakan.
5. Memulai
pemberian obat dari dosis yang terendah dan menaikkan dengan perlahan-lahan.
6. Menggunakan
dosis yang cukup sesuai dengan standar dosis pemberian obat.
7. Memberikan
dorongan pada pasien untuk patuh terhadap pengobatan. Kadang diperlukan
instruksi tertulis untuk memudahkan pasien mengingat waktu berobat atau dengan meminta
bantuan kerabat terdekat pasien untuk mendampingi pasien selama pengobatan
berlangsung.
8. Berhati-hati
dalam menggunakan obat baru, terutama yang belum tuntas dinilai pada kelompok
usia lanjut.
B.
Prognosis
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak
terjadi komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini
sendiri, yaitu self limiting disease
sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.4
Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian
terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4
hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri
sekunder.4
Daftar
pustaka:
1.
Rahayu RA dan Bahar A. 2007.
Penatalaksanaan Infeksi pada Usia Lanjut Secara Menyeluruh. In: Sudoyo A.W.,
Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M. dan Setiati S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, p:1407-9
2. CMA
Foundation Aware. 2011. Acute Respiratory
Tract Infection Guideline Summary. http://www.aware.md
(6 Maret 2012)
3. National
Institute for Health and Clinical Excellence. 2008. Respiratory Tract Infection – Antibiotic Prescribing. http://www.nice.org.uk
(6 Maret 2012)
4. Supartondo
dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien Geriatri Serta
Mengatasi Masalah Polifarmasi. In: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I.,
Simadibrata M. dan Setiati S. (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
p:1427-8
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah sedia mengisi dengan santun