Sindrom cushing makalah

A.      Pengertian
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid.
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap (Price, 2005).
Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease.
Sindrom Cushing adalah sindrom yang disebabkan berbagai hal seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun 1912.
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088).
B.       Etiologi
1.      Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing.
2.      Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.
C.       Patofisiologi
Sindrom Cushing dapat disebatkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat. Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis jarang terjadi. Pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan Sindrom Cushing. Penyebab lain Sindrom Cushing yang jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas; karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan. Tanpa  tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif atau pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda  dan gejala Sindrom Cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang berlebihan, meskipun sekresi mineralokortikoid juga dapat terpengaruh.
(Tumor kelenjar hopofisis dan pemberian obat ACTH)

Peningkatan ACTH

Kelenjar Adrenalin ← Hiperplasia andrenal

Menstimulasi korteks adrenal

Peningkatan hormon kortisol

Menghambat CRF

Tidak efektifnya korteks adrenal

ACTH dan kortisol hilang

Sidrom cushing


D.      Tanda dan Gejala
1.     Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
a.    Obesitas yang sentrifetal dan “moon face”.
b.    Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.
c.     Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
d.    Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
e.    Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.
f.     Diabetes melitus.
g.    Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia
2.     Gejala hipersekresi  ketosteroid :
a.    Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).
b.    Suara dalam.
c.     Timbul akne.
d.    Amenore atau impotensi.
e.    Pembesaran klitoris.
f.     Otot-otot bertambah (maskuli nisasi)
3.     Gejala hipersekresi aldosteron.
a.    Hipertensi.
b.    Hipokalemia.
c.     Hipernatremia.
d.    Diabetes insipidus nefrogenik.
e.    Edema (jarang)
f.     Volume plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut
penyakit Conn atau hiperaldoster onisme primer.
E.       Penatalaksanaan
Karena lebih banyak Sindrom Cushing yang disebabkan oleh tumor hipofisis dibanding tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering ditujukan kepada kelenjar hipofisis. Operasi pengangkatan tumor melalui hipofisektomi transfenoidalis merupakan terapi pilihan yang utama dan angka keberhasilannya sangat tinggi (90%). Jika operasi ini dilakukan oleh tim bedah yang ahli. Radiasi kelenjar hipofisis juga memberikan hasil yang memuaskan meskipun di perlukan waktu beberapa bulan untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi pilihan bagi pasien dengan hipertropi adrenal primer.
Setelah pembedahan, gejala infusiensi adrenal dapat mulai terjadi 12 hingga 48 jam kemudian sebagai akibat dari penurunan kadar hormon adrenal dalam darah yang sebelumnya tinggi. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison mungkin diperlukan selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal terhadap kebutuhan tubuh. Jika kedua kelenjar diangkat (adrenalektomi bilateral), terapi penggantian dengan hormon – hormon korteks adrenal harus dilakukan seumur hidup.
Preparat penyekat enzim adrenal (yaitu, metyrapon, aminoglutethhimide, mitotane, ketokonazol) dapat digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas. Pemantauan yang ketat diperlukan karena dapat terjadi gejala insufisuensi adrenal dan efek samping akibat obat – obat tersebut.
Jika Sindrom Cushing merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid eksternal (eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk dikurangi atau dihentikan secara bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk mengobati proses penyakit yang ada dibaliknya (misalnya, penyakit otoimun serta alergi dan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi yang dilakukan setiap dua hari sekali akan menurunkan gejala Sindrom Cushing dan memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH.
F.        Pemeriksaan Diagnostik
1.         Uji supresi deksametason.
Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.
2.         Pengambilan sampele darah.
Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol, plasma.
3.         Pengumpulan urine 24 jam.
Untuk memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 – ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine.
4.         Stimulasi CRF.
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat – tempat tropi.
5.          Pemeriksaan radioimmunoassay
Mengendalikan penyebab sindrom cushing
6.         Pemindai CT, USG atau MRI.
Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.
G.      Pengkajian
1.       Muskuloskeletal
- Bufallo hamp
- Obesitas badan dengan ekstremitas kecil
- Penumpukan lemak supra klapikular
- Sakit pinggang
- Kehilangan otot atau kehilangan massa otot
- Osteoporosis
2.      Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Hiper tensi cairan dengan pitting udema
3.      Gaster
- Polidipsia
- Peningkatan berat badan
4.      Ginjal
- Poliuri
5.      Metabolisme
- Gangguan penyembuhan luka
- Peningkatan kemudahan untuk terserang infeksi
- Intoleransi karbohidrat
6.      Integumen
- Moon face
- Kulit tipis transparan
- Peningkatan pigmrntasi
- Mudah memar
7.      Reproduksi
- Maskulinitas wanita
- Gangguan menstruasi
- Feminisasi pria
- Impotensi
- Penurunan libido
8.      Aktifitas/istirahat
Gejala : Insomnia, sensitifitas, otot lemah, gangguan koordnasi, kelelahan berat.
Tandanya : Atrofi otot
9.      Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina).
Tandanya : Distritnia, irama gallop, mur – mur, takikardiasaat istirahat
10.  Eliminasi
Gejala : Urine dalam jumlah banayak, perubahan dalam feses : diare..
11.  Itegritas ego
Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik..
Tandanya : Emosi letal, depresi.
12.  Makanan atau cairan
Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah
13.   Neorosensori
Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.
14.   Pernafasan
Tandanya : Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea.
15.   Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri orbital, fotobia.
H.      Diagnosa yang muncul
1.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktifitas.
2.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.
3.       Gangguna integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapuh.
4.        Gangguan proses berfikir pada fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
I.          I tervensi keperawatan
1.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktifitas.
a. Tujuan
     1)  Kembalinya citra tubuh seperti normal.
b. Intervensi
1)   Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pikiran, perasaan, pandangan diri
2)   berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan
3)   Berikan kesempatan berbagai rasa dengan individu yang mengalami pengalaman sama
4)   Gunakan bermain peran untuk membantu pengungkapan
5)   Dorong memandang bagian tubuh
6)   Dorong menyentuh bagian tubuh tersebut
7)    Bantu resolusi yang membuat perubahan citra tubuh
8)   Dorong orang terdekat untuk memberi support individu
2.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.
a. Tujuan
    1)   Meningkatkan keikutsertaan dalam aktifitas diri.
    2)   Klien bebas dari komplikasi imobilitas.
b. Intervenasi
1)   Rencanakan aktifitas latihan untuk meningkatkan perubahan periode istirahat dan aktifitas.
2)    Kelemaha, keletihan dan penipisan massa otot membuat klein dengan sindrom cushing mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas normal.
3)   Atur aktifitas menjadi tahap – tahap yang sederhana dan berikan dorangan klein untuk melakukannya untuk mencegah komplikasi imobilitas.
4)   Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk meningkatkan isirahat dan tidur.
5)   Pendidikan kesehatan tentang pentingnya perawatan diri dan menjaga kesehatan diri.
3.      Gangguna integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapu.
a. Tujuan
    1)  Meningkatkan perawatan kulit.
b.Intervensi
1)   Lakukan perawatan kulit yang cermat untuk menghindari terjadinya trauma pada kulit yang rapuh.
2)   Hindari plester adetif yang dapat merobek dan mengiriritasi kulit.
3)   Kaji tonjolan tulang dengan teratur.
4)   Beri dorongan dorongan kepada klien untuk mengubang posisi tubuhnya dengan teratur.
5)   Berikan lotion sehabis mandi.
4.      Gangguan proses berfikir pada fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
a. Tujuan
    1)  Klien mampu berfikir secara maksimal
b. Intervensi
1)   Jelaskan pada pasien dan keluarga tantang penyebab ketiadak stabilan emosional.
2)   Bantu klien dan keluarga klien mengatasi ketidak stabialan suasana hati, mudah tersinggung dan depresi yang mungkin terjadi.
3)   Berikan dorongan pada klien dan anggota keluarga untuk mengungkapkan perasaan – perasaan mereka.
4)   Laporkan setiap psikotik yang terjadi pada pasien.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk menstabilkan pikiran.



DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg114462.html
R. Syamsuhidayat 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC.
Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Medikal-Bedah Brunner & Suddarth; alih bahasa, Agung Waluyo ... [el al] ; editor edisi bahasa Indonesia, Monika Ester. – Ed. 8 – Jakarta: EGC, 2001
Soedoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus.
Susanne C. Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta; 1999.
Sylvia A. Price. 1994.Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Memainkan Game PS2 Melalui Slot USB Flashdisk

Cara Membuat Tulisan Unik Menarik dan Kreatif Online

Cara Memasang Audio/Musik/Mp3 di blog Otomatis mengulang