Makalah Penyakit Sindrom Addison
A.
DEFINISI
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil
dari kerusakan pada kelenjar adrenal (Black,1997). Penyakit Addison (juga
dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau
hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon
steroid yang tidak cukup. Penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak.
Nama penyakit ini dinamai dari Dr Thomas Addison, dokter Britania
Raya yang pertama kali mendeskripsikan penyakit ini tahun 1855.
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/
destruksi (kerusakan) jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark
hemoragik, tumor ganas) atau tindakan pembedahan (Doenges, 1993).
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis
yang menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi
aldosteron normal (Doenges, 1993).
B.
ANATOMI
Adrenals dua
kelenjar, masing-masing bertengger di atas bagian dari dua ginjal. Bagian luar
dari kelenjar dikenal sebagai korteks; bagian dalam yang dikenal sebagai
medula. Masing-masing bagian dari kelenjar adrenal adalah bertanggung jawab
untuk memproduksi berbagai jenis hormon.
Kortisol adalah
hormon yang sangat kuat yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hal ini terlibat
dalam mengatur fungsi yang hampir setiap jenis organ dan jaringan di seluruh
tubuh, dan dianggap sebagai salah satu dari beberapa hormon mutlak diperlukan
untuk hidup. Kortisol terlibat dalam:
1.
Proses yang sangat kompleks dan
pemanfaatan nutrisi banyak, termasuk gula (karbohidrat), lemak, dan protein.
2.
Fungsi normal dari sistem sirkulasi
dan jantung
3.
Fungsi otot
4.
Fungsi normal ginjal
5.
Produksi sel darah
6.
Proses normal yang terlibat dalam
rangka mempertahankan system
7.
Tepat fungsi otak dan saraf
8.
Respon normal dari sistem kekebalan
tubuh
Aldosteron,
juga diproduksi oleh korteks adrenal, memainkan peran sentral dalam
mempertahankan proporsi yang sesuai air dan garam dalam tubuh. Ketika keseimbangan
ini marah, volume darah yang beredar di seluruh tubuh akan jatuh berbahaya yang
rendah, disertai dengan penurunan tekanan darah.
Penyakit
Addison juga disebut insufisiensi adrenocortical primer . Dengan kata
lain, proses beberapa mengganggu langsung dengan kemampuan korteks adrenal
untuk menghasilkannya hormon. Tingkat kortisol dan aldosteron baik drop, dan
banyak fungsi seluruh tubuh adalah terganggu.
Penyakit
Addison terjadi pada sekitar pukul empat setiap 100.000 orang. Ini pemogokan
baik laki-laki dan perempuan dari segala usia.
C.
ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit Addison
bentuk primer :
1.
Infeksi kronis, terutama
infeksi-infeksi jamur
2.
Sel-se kanker yang menyebar dari
bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal
3.
Amyloidosis
4.
Pengangkatan kelenjar-kelenjar
adrenal secara operasi
Etiologi dari penyakit Addison
bentuk sekunder :
1.
tumor-tumor atau infeksi-infeksi
dari area
2.
kehilangan aliran darah ke pituitary
3.
radiasi untuk perawatan tumor-tumor
pituitary
4.
operasi pengangkatan bagian-bagian
dari hypothalamus
5.
operasi pengangkatan kelenjar
pituitary
Penyebab lain dari ketidakcukupan
adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau
yang tidak bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH
(Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat,
dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang
normal pulih kembali.
D.
MANIFESTASI
KLINIS
Penyakit Addison
ditandai oleh kelemahan otot, anoreksia, gejala gastrointestinal, keluhan mudah
lelah, emasiasi (tubuh kurus kering); Pigmentasi pada kulit, bulu-bulu jari,
lutut, siku serta membran mukosa, hipotensi, kadar glukosa darah dan natrium
serum rendah, dan kadar kalium serum yang tinggi. Pada kasus yang berat,
gangguan metabolisme natrium dan kalium yang dapat ditandai oleh penurunan
natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat. Dengan berlanjutnya
penyakit yang disertai hipotensi akut akibat dari hipokortikoisme, pasien akan
mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis, panas dan tanda-tanda
syok, pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat
serta tekanan darah rendah. Di samping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala,
mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan
serta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani ynag sedikit berlebihan, terpajan
udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam ( Keperawatan
Medikal Bedah II, edisi 8, 2001 ).
E.
PATOFISIOLOGI
Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level
mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.
Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan
ketidakseimbangan elektrolit. Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan
Sodium (Na+) dan mengeluarkan potassium (K+). Penurunan
aldosteron menyebabkan peningkatan ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai
dari peristiwa tersebut antara lain: ekskresi air meningkat, volume
ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi, penurunan kardiak output,
dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil berkurangnya beban kerja. Akhirnya,
hipotensi menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular melemah, mengawali
kolaps sirkulasi, shock, dan kematian. Meskipun tubuh mengeluarkan sodium
berlebih, ini mempertahankan kelebihan potassium. Level potassium lebih dari 7
mEq/L hasil pada aritmia, memungkinkan terjadinya kardiak arrest.
Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya gangguan
metabolic. Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek
anti-insulin. Sehingga, ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun,
sehingga hasilnya hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Klien menjadi
lemah, lelah, anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah. Gangguan emosional
dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Di
samping itu, penurunan glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress.
Pembedahan, kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis
berlebih dapat menyebabkan krisi Addison (insufisiensi adrenal akut). Akhirnya,
penurunan kortisol menghasilkan kegagalan unruk menghambat sekresi ACTH dari
pituitary anterior.
MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan
melanin, pigmen warna gelap. Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan
pigmentasi kulit dan membrane mukosa. Sehingga klien dengan penyakit Addison
memiliki peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun
muncul.
Defisiensi androgen gagal untuk menghasilkan beberapa macam
gejala pada laki-laki karena testes menyuplai adekuat jumlah hormone seksual.
Namun, pada perempuan tergantung pada korteks adrenal untuk mensekresi androgen
secara adekuat.
Hormone-hormon tersebut disekresi oleh korteks adrenal yang
penting bagi kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak diobati akan
berakhir fatal.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Diagnosis
dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah dan urin. Tes
diagnostic fungsi adrenalkortikal meliputi:
1.
Uji ACTH: meningkat secara mencolok
(primer) atau menurun (sekunder). Tes skrining ini paling akurat untuk penyakit
Addison. Prosedurnya sebagai berikut: batas dasar plasma cortisol ditarik
(waktu ‘0’). Kortisol plasma merespon ACTH secara intravena, 45 menit kemudian
sampel darah diambil. Konsentrasi kortisol seharusnya lebih besar dari pada 20
µg/dl.
2.
Plasma ACTH: jika gagal menggunakan
tes skrining, plasma ACTH dengan akurat akan mengkategorisasikan dengan
insufisiensi adrenal primer (tinggi), atau sekunder (normal atau rendah).
3.
Serum elektrolit: serum sodium
biasanya menurun, sementara potassium dan kalsium biasanya meningkat. Walau pun
demikian, natrium dan kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak
adanya aldosteron dan kekurangan kortisol.
4.
ADH meningkat, aldosteron menurun,
kortisol plasma menurun dengan tanpa respons pada pemberian ACTH secara IM
(primer) atau secara IV.
5.
Glukosa: hipoglikemia
6.
Ureum/ kreatinin: mungkin meningkat
(karena terjadi penurunan perfusi ginjal).
7.
Analisa gas darah: asidosis
metabolic
8.
Sel darah merah (eritrosit):
normositik, anemia normokromik (mungkin tidak nyata/ terselubung dengan
penurunan volume cairan) dan hematokrit (Ht) meningkat (karena
hemokonsentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
9.
Urine (24 jam): 17- ketosteroid,
17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik steroid menurun. Kadar kortisol bebas
menurun. Kegagalan dalam pencapaian atau peningkatan kadar steroid urin setelah
pemeriksaan dengan pemberian ACTH merupakan indikasi dari penyakit Addison
primer (atrofi kelenjar adrenal yang permanen), walaupun peningkatan kadar ACTH
memberikan kesan penyebab supresi hormone sekunder. Natrium urin meningkat.
10.
Sinar X: jantung kecil, kalsifikasi
kelenjar adrenal, atau TB (paru, ginjal) mungkin akan ditemukan.
11.
CT Scan: Detektor klasifikasi
adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada
tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan
hemoragik adrenal.
12.
Gambaran EKG: Tegangan rendah aksis
QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya
abnormalitas elektrolik.
G.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan secara medik
a.
Terapi dengan pemberian
kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
b.
Hidrokortison (solu – cortef)
disuntikan secara IV
c.
Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis
terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
d.
Pemberian infus dekstrose 5% dalam
larutan saline
e.
Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr
diberikan per oral
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a.
Monitoring ketat TTV klien ketika
penyakitnya telah terdiagnosa. Check nadi, paling tidak setiap 4 jam. Laporkan
penurunan tekanan darah dan perubahan ortostatik.
b.
Ketika terjadi rehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji manifestasi dari meningkatnya
vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji pada lokasi di mana terdapat penekanan
pada tulang, pada klien yang imobilisasi, untuk mencegah dekubitus. Dengan
berbagai macam terapi, maka kelesuan dan kelemahan seharusnya berangsur-angsur
berkurang dan akhirnya menghilang.
c.
Monitoring untuk pajanan suhu
dingin dan infeksi. Segera laporkan pada dokter jika manifestasi dari infeksi
berkembang, misalnya sakit tenggorokan atau rasa terbakar saat berkemih. Ingat,
klien dengan penyakit Addison tidak dapat mentolerir stress. Infeksi akan
menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih tinggi pada level kortisol
selama infeksi terjadi.
d.
Kaji manifestasi dari
ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat badan harian mengindikasikan
pengukuran obyektif dari bertambahnya BB, atau bahkan menurunnya BB. Jika
terapi penggantian steroid tidak adekuat, kehilangan sodium dan retensi
potassium dikoreksi terus. Jika dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan jumlah
sodium dan air dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.
H.
KOMPLIKASI
1. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis
6. Ca. Paru
7. Diabetes Mellitus
I.
FOKUS
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pola persepsi
Kesehatan/ managemen kesehatan
2.
Pola nutrisi metabolic
3.
Pola eliminasi
4.
Aktivitas latihan
5.
Pola istirahat dan
tidur
6.
Pola persepal kognitif
7.
Riwayat keluarga
8.
Pola seksual-reproduksi
9.
Pola stress dan koping
10. Pola
konsep diri
11. Value
dan belief
12. Pemeriksaan
fisik
J.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan faktor
biologis (hipoglikemia).
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umun.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis (spasme otot abdomen).
5.
Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner,dkk. 2000. Keperawatan medikal Bedah Edisi
8. Jakarta : EGC
Danis, D. Kamus
Istilah Kedokteran. Gitamedia Press
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasi.
Edisi 3. Jakarta : EGC.
Internasional, Nanda. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
NANDA.
2005. Panduan Diagnosa Keperawatan.
Prima Medika
Sherwood,
Laualee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sistem. Jakarta : EGC.
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta : EGC.
Wilkinson,
Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran
http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html
Diakses Tanggal 23 Maret 2012 Pukul 11.00 WIB
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah sedia mengisi dengan santun