Indukasi Myoma Uteri


ATAS INDIKASI MYOMA UTERI DI BANGSAL MAWAR
BP RSUD DJOJONEGORO TEMANGGUNG




 INDIKASI MYOMA UTERI agungaryono@yahoo.co.id
















Disusun Oleh :
agungaryono@yahoo.co.id




FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2008

KONSEP DASAR

A.    Pengertian
Menurut Manuaba (1998 : 409) mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominant.
Wiknjosastro (1994: 330) mendefinisikan bahawa mioma uteri adalah neoplama jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibroid.
Pendapat lain mengemukakan bahwa leimioma uterus, adalah suatu tumor uterus jinak dan berbatas tegas dan tidak memiliki kapsul, terutama terbentuk dari otot dan elemen jaringan penyambung fibrosa (Laber, 1994 268).
Sedangkan Rayburn (201.: 268) mengemukakan. bahwa leimioma yang kadang-kadang disebut fibroid atau mioma adalah tumor jinak yang berasal dari otot 3 polos.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpu1kan bahwa nioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya yang berbatas tegas dan tidak memilki kapsul.
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim baik sebagian (sub total) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI, 2001 ; 558).

B.     Etiologi
Menurut Wiknjosastro (1999, 338) penyebab pasti mioma uteri sampai sekarang belum diketahui, walaupun. faktor ras tampaknya berpengaruh yaitu pada wanita berkulit hitam ditemukan lebih banyak terserang mioma, factor keturunan juga memegang peranan yang lebih sering didapati pada wanita multipara atau yang kurang subur.

Teori Celnest atau teori genitoblast menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapat dari miometrium normal. Menurut Meyer cit Wiknjosastro (1999:338) dijelaskan bahwa tumor berasal dari pertumbuhan sel-sel matur, bukan dari selaput otot yang matur.
Menurut Mochtar (1998:133) indikasi dilakukan histerektomi adalah sebagai berikut :
  1. Ruptur uteri
  2. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang ada
  3. Infeksi intra parsial berat, biasanya dilakukan operasi parva, yaitu uterus dan isinya diangkat sekaligus bulat-bulat.
  4. Uterus miornatonus yang berat
  5. Kematian janin dalam rahim dan misses abortion dengan kelainan­-kelainan darah.
  6. Kanker leher rahim

C.    Klasifikasi
  1. Mioma uteri submukosa
Adalah pertumbuhan ke arah ruang di dalam lapisan dalam rahim menyebabkan permukaan lapisan dalam bertambah besar, sebagian bertangkai dan dapat mengisi liang senggama (mioma gemburt).
  1. Mioma intramural
Adalah yang tumbuh dan berkembang di antara otot rahim, dapat menjadi besar sebesar kepala bayi dan menimbulkan gejala dan desakan organ lain satu mengganggu kontraksi otot rahim.
  1. Mioma suhskrosa
Tumbuh dan berkembang menuju ruang perut di bawah penutupan lapisan serosa, menonjol ke permukaan rahim, dapat bertangkai sehingga terasa seliker dalam ruang perut dan dapat tumbuh mendesak ligmen (jaringan penyokong) rahim.


D.    Pathway
(terlampir)

E.     Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda-tanda dari mioma uteri :
1.      Perubahan tidak normal
2.      Rasa nyeri
3.      Tanda-tanda penekanan
4.      Infertilisasi dan abortus

F.     Komplikasi
Komplikasi yang sering menyertai mioma uteri adalah :
1.      Pertumbuhan eiomiosarkoma
Tumor yang tumbuh dari miometrium
2.      Torsib (putaran tangkai)
Jika proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekroses jaringan dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut.
3.      Nekrosis dan infeksi

G.    Penatalaksanaan
1.      Penanganan
Dilakukan sebagai pemeriksaan pelvic secara rutin tiap 3 atau 6 bulan.
2.      Pengobatan penunjang
Khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita dengan anemia karena hipermenorea :
a.       Ferrum
b.      transfuse darah
c.       diet kaya protein
d.      kalsium
e.       Vit C
3.      Pengobatan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 306 bulan. Dalam menopause dapat berhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat dideteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera.
Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agobist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas pemikiran leiomioma uterus terdiri atas set-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di hipotisis akan mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma.
Pemberian GnRHa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miornetrium hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa dihentikan leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali ke bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang terlambat.

4.      Pengobatan operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan jika tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30­-50%

Perlu disadari bahwa 25-35% dari penderita tersebut akan masih memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominan atau per vaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uterus akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya.
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Raduoterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontrak indikasi untuk tindakan operatif. Akhir­akhir ini kontra indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.

5.      Pembedahan dengan jalan raparotom
Yang termasuk pembedahan per laparotomi adalah :
a.       Berbagai jenis operasi pada uterus
b.      Operasi pada tuba falloppi
c.       Operasi pada ovarium
Pada histerektomi vaginal kemungkinan untuk melihat medan operasi tidak sebesar pada histerektomi abdominal. Oleh sebab itu, histerektomi vaginal hanya pada tempatnya pada uterus yang tidak terlalu besar dan yang tidak banyak melekat pada alat-alat sekitarnya.
Kerokan kavum uteri merupakan operasi yang paling sering dilakukan dalam bidang ginekologi. Tindakan ini sering kali dilakukan guna keperluan diagnostic untuk dapat memeriksa secara histologik jaringan yang dikeluarkan. Tetapi dapat pula untuk.pengobatan, misalnya pada abortus inkompletus.

Dengan laparotomi, terutama apabila diadakan sayatan yang cukup panjang, dan penderita berbaring dalam letak trendelenburg, medan operasi dapat dilihat dengan baik. Laparaotomi pada alat-alat dalam rongga pelvis bisa menjadi sulit dan berbahaya apabila terdapat banyak perlekatan, misalnya antara uses serta omentum dengan uterus serta alat­alat adneks, atau apabila ureter atau kandung kencing terdesak dari letak­biasa di rongga pelvis oleh suatu tumor. Oleh sebab itu seorang melakukan laparotomi ginekologik harus 'sanggup' menangani perlukaan pada usus, kandung kencing dan ureter.
Di antara operasi-operasi dengan laparotomi yang banyak dilakukan ialah operasi pada uterus, berupa histerektomi (pembukaan uterus urituk mengeluarkan isinya dan kemudian menutupnya kembali), miomektomi (histerektomi dengan tujuan khusus untuk mengangkat satu mioma atau lebih), dan histerektomi (pengangkatan uterus) Histerektomi dilaksanakan total, yaitu mengangkat seluruh uterus dengan membuka vagina atau subtotal (pengangkatan bagian uterus di atas vagina tanpa membuka vagina). Umumnya dipilih histerektomi total oleh karena dengan tindakan ini serviks uteri, yang dapat merupakan sumber tumbuhnya karsinoma di kemudian hari, ikut diangkat. Akan tetapi, kadang-kadang serviks uteri ditinggalkan atas pertimbangan teknis. Selanjutnya, dikenal juga histerektomi radial untuk karsinoma serviks uteri dengan mengangkat uterus, alat-alat adneks, sebagian dari parametrium, bagian atas vagina dan kelenjar-kelenjar regional. Operasi yang lebih luas lagi terkenal dengan nama eksenterasi pelvic dengan mengangkat semua jarinagn di dalam rongga pelvis, termasuk kandung kencing dan/atau rectum.
Operasi pada tuba umumnya terdiri atas operasi untuk keperluan sterilisasi atau atas tindakan untuk membuka tuba pada infertilotas. Pengangkatan sebagian ovarium diselenggarakan pada kelainan yang jinak. Pada tumor ganas ovaria kanan dan kiri diangkat dengan tuba (salpingo-ooforektomi bilateral) bersama dengan uterus. Apabila histerektomi dilaksanakan, maka pada wanita dekat menopause dilakukan pula salpingo-ooforektomi bilateral untuk mencegah tumbuhnya kanker ovarium di kemudian hari. Pada wanita, yang lebih muda biasanya  ovarium ditinggalkan untuk keperluan fungsi hormonalnya.
6.      Sinar rontgen dan radium

H.    Fokus Pengkajian
Menurut Doenges (2000 : 184) fokus pengkajian pre operasi miomna uteri sebagai berikut :
1.      Aktivitas istirahat
Gejala    : kelelahan dan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat dan janin biasanya tidur pada malam hari, adanya faktor yang mempengaruhi tidur.
Tanda    : nyeri, ansietas
2.      Eliminasi
Gejala    : adanya rasa nyeri pada saat buang air besar dan buang air kecil, penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, uretra dapat menyebabkan retensi, urine pada ureter dapat menyebabkan hidronereter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan renensimia.
3.      Nutrisi
Gejala    : membran mukosa yang kering (pembatasan) masukan/periode puasa pra operatif, anorexia, mual, muntah
Tanda    : perubahan kelembaban, turgor kulit
4.      Integritas ego
Gejala    : faktro stress, cara dalam mengatasi stress, masalah dalam mengatasi penampilan
Tanda    : menyangkal, menarik diri, marah
5.      Sirkulasi
Tanda    : takikardi, hipotensi.
6.      Nyeri/ kenyamanan
Gejala    : ada nyeri/ derajat bervariasi
7.      Seksualitas
Gejala : masalah seksualitas atau kelemahan dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan disebabkan rasa sakit akibat penekanan uterus yang membesar.
8.      Interaksi sosial
Gejala    : ketidakadekuatan sistem pendukung
9.      Neurosensori
Gejala    : pusing, sinkope
10.  Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala    : potensial terjadi penarikan din, pasca operasi.

Menurut Doenges (2000:184) fokus pengkajian. perawatan post- operasi histerektomi adalah sebagai berikut :
  1. Aktivitas/ istirahat
Gejala    :         kelemahan dan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam tidur pada malam hari, adanya factor yang mempengaruhi tidur, misalnya : nyeri, ansietas, keterbatasan partisipasi dalam latihan.
  1. Sirkulasi
Tanda : takikardi, hipotensi
  1. Integritas ego
Gejala    :         faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress (menunda mencari pengobatan, keyakinan religius), masalah dalam penampilan, misalnya lesi, pembedahan, mengangkat diagnosis perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
Tanda    :         menyangkal, menarik diri, marah
  1. Eliminasi
Gejala    :         konstipasi pada balutan awal, diare (kadang-kadang) kateter urinarius mungkin terpasang
Tanda    :         perubahan pada bising usus, distensi abdomen
  1. Makanan/ cairan
Gejala    :         mebran mukosa yang kering (pembatasan masukan/ periode puasa pre operatit), anoreksia, mual, muntah
Tanda    :         perubahan kelembaban turgor kulit
  1. Neurosensori
Gejala : pusing, sincope
  1. Nyeri/ ketidaknyaman .
Gejala    :         nyeri pada luka insisi, terus menerus oleh gerakan, nyeri meningkat karena berjalan, batuk, bersin atau nafas dalam.
Tanda    :         perilaku berhati-hati
  1. Keadaan
Gejala    :         demam (biasanya rendah)
  1. Seksualitas
Gejala : masalah seksual, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.

I.       Fokus Intervensi
Pre Operasi
1.      Nyeri berhuhungan dengan proses penyempitan saraf simpatik mioma
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan masalah nyeri teratasi dengan KH :
a.       Ekspresi wajah rileks
b.      Skala nyeri turun
Intelvensi :
a.       Kaji karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T)
R/ untuk mengetahui status nyeri
b.      Ukur TTV
R/ mengetahui kondisi umum klien
c.       Ajarkan teknik distraksi relaksasi
R/ pengalihan respon nyeri
d.      Ciptakan lingkungan yang tenang
R/ mengurangi respon nyeri
e.       Kolaborasi pemberian analgetik baik injeksi maupun oral
R/ penekanan sistem syaraf

2.      Resiko infeksi berhubungan dengani ketidakadekuatan pertahanan sekunder
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dengan KH :
a. Suhu normal
b. Tidak muncul tanda infeksi (R,C,T,D,F)
c. Luka kering dan tidak ada pus
Intervensi :
a.       Ukur TTV
R/ menegtahui tanda dan keadaan umum
b.      Kaji tanda-tanda infeksi (R,C,T,D,F)
R/ untuk mendetaksi tanda awal adanya.infeksi
c.       Lakukan tindakan aseptik
R/ menghidari kontak kuman
d.      Perawatan luka
R/ mempercepat penyembuhan luka
e.       Hindarkan taktor-faktor penyebab infeksi
R/ menghindari kontal langsung kuman  
f.       Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ pertahanan tubuh
3.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan anorexia
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan dengan KH :
a. Tidak terjadi kelelahan
Intervensi :
a.       Ukur TTV
R/ mengetahui keadaan umum
b.      Kaji tanda kelelahan
R/ mengetahui tingkat intoleran aktivitas klien
c.       Bantu pemenuhan ADL
R/ mengurangi kebutuhan energi klien
d.      Meningkatkan tingkat intoleran aktivitas
R/ memperbaiki meningkatkan mobilitas

Post Operasi
1.      Gangguan harga diri berhubungan dengan ketidakmampuan mempunyai anak
KH :    menyatakan penerimaan diri pada situasi dan adaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh.
Intervensi :
a.       Berikan waktu untuk mendengarkan masalah dan ketakutan klien dan orang terdekat.
b.      Kaji stress, emosi klien, identifikasi kehilangan pada klien/orang terdekat, dorong klien untuk mengekspresikan dengan tepat.
c.       Berikan informasi yang adekuat, kuatkan informasi yang diberikan sebelumnya
d.      Berikan lingkungan terbuka pada klien untuk mendiskusikan masalah seksual. 
e.       Perhatikan menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan.
2.      Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
KH   : nyeri dapat diminimalkan, klien merasalebih nyaman.
Intervensi :
a.       Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melakukan restaf terhadap perubahan karakteristik nyeri.
b.      Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (1-10)
c.       Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
d.      Bantu klien menemukan posisi yang nyaman
e.       Kolaborasi pemberian analgesic

3.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan dan pembatasan pemasukan cairan secara oral.    
KH :    mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh tidak adanya perdarahan, BB, TTV stabil, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
a.       Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
b.      Monitor tanda-tanda vital
c.       Kaji tanda-tanda kekurangan volume cairan
d.      Berikan cairan parenteral sesuai intruksi
e.       Cek pemeriksaan laborat Hb dan Ht

4.      Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan.efek anestesi.
KH : menunjukkan, bunyi usus/aktivitas, peristaltik aktif mempertahankan pada elimimasi biasanya
Intervensi :
a.       Auskultasi bising usus, pertahankan distensi abdomen mual muntah.
b.      Dorong pemasukan cairan adekuat termasuk beri buah bila pemasukan oral sudah dimulai
c.       Berikan cairan jernih/banyak dan dikembangkan menjadi makan harus sesuai
d.      Berikan obat pelunak feses laseratif sesuai indikasi


5.      Perubahan eliminasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen dan pelvis.
KH   : mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas
Intervensi :
a.       Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine.
b.      Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyaman berkemih
c.       Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter
d.      Kaji karakteristik urine, perhatikan urine, kejernihan dan bau

6.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasiv
KH : meningkatkan penyembuhan dengan luka dengan benar, bebas tanda-tanda infeksi/ rubor, color, dolor, tumor dan fungsiolaesa.
Lntervensi :
a.       Awasi tanda-tanda vital, perhatikan : demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental dan meningkatnya nyeri abdomen
b.      Lihat insisi dan balutan    
c.       Pertahankan teknik aseptic kecil dan perawatan luka insisi
d.      Pertahankan teknik steril bila klien,dipasang kateter dan berikan perawatan kateter/ kebersihan periaeal rutin
e.       Batasi pengunjung dan staf sesuai ketrampilan
f.       Berikan antibiotic sesuai indikasi

7.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kbndisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
KH : mengatakan pemahaman kondisi, mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala sehubungan prosedur pembedahan dan tindakan untuk menerimanya.
Intervensi :
a.       Kaji ulang efek prosedur pembedahan dengan harapan masa depan
b.      Diskusikan dengan klien masalah yang diantisipasi selama penyembuhan
c.       Diskusikan kembali tentang aktivitas, dorong aktivitas pertama dengan periode istirahat yang sering dan meningkatkan aktivitas sesuai toleransi.
d.      Identifikasi keterbatasan klien
e.       Identifikasi kebutuhan diit
f.       Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik

8.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Intervensi :
a.       Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cidera/ pengobatan dan perhatikan persepsi klien terhadap mobilitas.
b.      Bantu klien dalam perawatan diri dan kebersihan
c.       Awasi tekanan darah dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan pening
d.      Tingkatkan latihan sesuai indikasi
e.       Kaji kemampuan fungsional dan alasan ketidakseimbangan
f.       Bantu ambulasi pola tidur berhubungan dengan nyeri

9.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan penyesuaian lingkungan
KH :    melaporkan keseimbangan optimal dan istirahat dari aktivitas
Intervensi :
a.       Kaji pola tidur biasanya dan yang terjadi
b.      Dorong beberapa aktivitas fisik ringan selama siang hari dan berhenti beraktivitas beberapa saat sebelum tidur.
c.       Anjurkan untuk melakukan tekriik relaksasi
d.      Berikan posisi yang nyaman dan bantu dalamn mengubah posisi
e.       Tingkatkan kenyamanan waktu tidur


10.  Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan stressor tubuh/ fungsi.
KH :    menyatakan pemeliharaan perubahan anatomi/fungsi seksual dengan mendiskusikan masalah gambaran diri.
Intervensi :
a.       Kaji informasi klien / orang terdekat tentang anatomi/fungsi seksual
b.      Bantu klien untuk menyadi diri menenma terhadap berduka
c.       Dorong klien untuk berbagi pikiran dan masalah dengan teman
d.      Dengarkan pernyataan klien/orang terdekat

11.  Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
KH : klien mengatakan lebih segar, bersih dan nyaman, melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan dan dalam tingkat kemampuan sendiri.
Intervensi :
a.       Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan sendiri
b.      Dorong teknik peghemat energi
c.       Berikan bantuan dengan aktivitas yang diperlukan
d.      Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan
12.  Resiko terhadap perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
KH : memperlihatkan BB yang tepat, melaporkan mual, muntah hilang, menunjukkan tingkat energi biasanya.
Intervensi :
a.       Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/ hilangnya atau puasa yang hiperaktif
b.      Timbang BB
c.       Awasi pemasukan diit/jumlah kalori, berikan masukan sedikit dalam frekaensi sering dan dibawakan makan pagi paling banyak
d.      Tambah diit teratur
e.       Tambah diit sesuai indikasi
f.       Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, status dan ejala lain yang berhubungan
g.      Beri dan Bantu hygiene mulut yang baik

 agungadiaryono.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Brunner L.S Suddarth, DS. 2001. Etika Ajar Keperawtan medical Bedah. Terjemahan Volume I Edisi 8. EGC : Jakarta.

Carpenito. L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan) Edisi 8. EGC : Jakarta.

Doenges, M.E. Moorhouse, M.F. Golister, A.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan) Edisi 3.

Mochtar R. 1995. Sinopsis Obstetri, Operatif Obstetri dan Genekologi (terjemahan) EGC : Jakarta.

Wiknjosastro. 1994. Ilmu Kandungan Edisi 3. yayasan Bina Pustaka : Jakarta.

Manuaba I.b.G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Memainkan Game PS2 Melalui Slot USB Flashdisk

Cara Membuat Tulisan Unik Menarik dan Kreatif Online

Cara Memasang Audio/Musik/Mp3 di blog Otomatis mengulang